Guru yang Berhenti Belajar, Seharusnya Berhenti Mengajar! Sebuah Opini Kritis dari Guru untuk Guru

Inspiratips - Dalam sebuah diskusi yang rutin digelar oleh Indonesia Bermutu (IB), terdapat kesimpulan yang sangat fundamental terkait pendidikan di tanah air ini. Yakni, mereka yang berprofesi sebagai guru, tak boleh berhenti belajar.

Guru yang berhenti belajar, sebaiknya berhenti mengajar.” Tutur Dr. Deni Hardiana, M.Si, sekretaris Pembina Indonesia Bermutu (IB).

Lebih lanjut, Deni menerangkan, bahwa proses belajar yang harus senantiasa dilakukan oleh guru ialah membaca, berdiskusi, dan menulis. Dengan ketiga proses ini, menurut Deni guru akan lebih maksimal dalam mengasah kualitas dan kompetensinya.

Dari acara diskusi yang dihadiri oleh banyak pakar pendidikan itu, agaknya para guru mesti melakukan refleksi diri. Sebagai seorang guru, yang kerap memotivasi para siswanya untuk belajar, apakah pantas ketika ia sendiri tidak mengamalkan apa yang diucapkannya.

Siapapun, Jangan Berhenti Belajar!

Menurut kami, pernyataan yang dituturkan oleh Deni Hardiana tidak ada yang salah, pun tidak mengandung unsur yang mendiskreditkan guru. Bukankah manusia memanglah makhluk yang harus senantiasa belajar, pun termasuk guru di dalamnya.

Seorang pimpinan perusahaan tak boleh berhenti belajar, baik itu mengembangkan manajerial, strategi bisnis, hingga cara memenangkan persaingan dengan kompetitor. Sekali ia berhenti belajar disertai perasaan cukup dengan ilmu yang dimiliki, maka tak butuh waktu lama ia akan dikalahkan oleh kompetitor. Contohnya? Lihatlah Nokia.

Seorang atlit tinju tak boleh berhenti belajar, baik itu berlatih pukulan, olah nafas, hingga belajar tuk menahan rasa sakit dari pukulan. Sekali ia berhenti belajar disertai perasaan cukup dengan kemampuan yang dimiliki, maka lambat laun ia akan takluk di hadapan petinju lainnya. Sekali pukul, K.O.

Demikian pula dengan guru, ia tak boleh berhenti belajar sebagai upaya mengembangkan kompetensi diri. Apalagi, guru memiliki tugas yang berat, mendidik generasi muda agar meraih masa depan yang cerah. Bukankah dengan tugas itu, guru mestinya senantiasa mengupgrade ilmunya, agar apa yang diajarkan kepada peserta didiknya relevan dengan zamannya.

Guru yang Berhenti Belajar, Sebaiknya Berhenti Mengajar | Sebuah Telaah Kritis

Sekali lagi, kami tidak bermaksud menyudutkan para guru. Ayolah, open mind. Lalu, dengarkan penjelasan kami perihal pernyataan di atas.

Pernah nonton Anime Attack of Titans? Semenjak era Eren Yaeger, pelatihan Pasukan Pengintai (Militer pembasmi raksasa) dipimpin langsung oleh Instruktur Saddis. Pada pelatihan itu, peserta pasukan pengintai dilatih untuk bertarung melawan raksasa, meliputi: Menyeimbangkan diri dengan manuver 3D, menebas tengkuk raksasa, hingga memahami kode dari suar asap.

Waktu terus maju, Eren Yaeger dan kawan-kawan berhasil memusnahkan seluruh raksasa di Pulau Paradise. Namun anehnya, Instruktur Saddis tetap melatih pasukan pengintai yang baru dengan ketrampilan membasmi raksasa. Bukankah itu tidak diperlukan lagi? Mengingat seluruh raksasa yang mengancam kehidupan manusia sudah ditumbangkan.

Baiklah, kami akan berikan analogi yang lebih sederhana. Saya kuliah S1 pendidikan dulu, dosen kami mengajari kami tuk menyusun Prosem, Silabus, RPP dan sejenisnya. Kami yakin, perangkat pembelajaran ini benar-benar menguras energi para guru. Mata kuliah menyusun perangkat pembelajaran ini kami ampu saat semester lima, satu tahun sebelum melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan di sekolah.

Satu tahun kemudian, tibalah kami PPL. Dan tahukah Anda, sebagian besar apa yang diajarkan dosen di kelas tidak bisa kami terapkan saat PPL. Di sekolah, kami diminta membuat RPP K-13. Sedangkan saat di kelas, kami diajarkan menyusun RPP KTSP. Padahal, saat itu K-13 sudah lama diterapkan, pun saat kami masih duduk di semester 1 kuliah. Akhirnya, kami harus belajar mandiri, terkait mekanisme penyusunan RPP K-13.
Dari dua analogi (kisah) di atas, kira-kira apa yang menjadi permasalahan? Ya, baik itu Instruktur Saddis maupun dosen kami, keduanya masih belum upgrade ilmu disaat zaman dan kebutuhan sudah berubah.

Apakah itu menjadi masalah? Tentu saja. Contoh di atas hanyalah analogi sederhana, yang fakta di lapangan bisa saja lebih mengerikan. Saat ini, sudah eranya Windows 10 dan Android 10, maka mereka yang masih menggunakan Windows XP atau Android 4, pastilah tertinggal jauh.

Seorang guru otomotif, haruslah mengajari siswanya memperbaiki mesin-mesin motor terbaru, bukan sekedar motor tahun 90 an. Seorang guru Bahasa Indonesia, haruslah mengajari siswanya untuk mahir berbicara di depan umum, bukan sekedar mengidentifikasi cerita.

Dengan demikian, seorang guru harus senantiasa belajar; membaca, berdiskusi, dan menulis. Tanpa itu, sebaiknya guru berhenti saja mengajar. Ingin siswanya rajin membaca, ia sendiri tidak pernah membaca. Ingin siswanya memiliki ketajaman analisa, ia sendiri tidak pernah mengasa analisanya dengan berdiskusi. Ingin siswanya rajin menulis dan berharap ada yang jadi penulis hebat sekelas Tere Liye, eh ia sendiri tidak pernah menulis. Lalu untuk apa jadi guru? Berhenti saja! Ingat, guru itu memiliki tugas memberikan teladan terbaik.

Maka, jadilah guru terbaik, dengan selalu berproses, belajar, serta memberikan teladan kepada para siswa. Dengan demikian, kita pantas berharap, kelak para siswa kita akan mencerahkan dan memajukan kehidupan bangsa Indonesia, serta menginspirasi dunia.
 

------------------
Ditulis oleh: Rozak Al-Maftuhin, S.Pd.I
Guru, Penulis, dan Blogger Profesional

1 comment for "Guru yang Berhenti Belajar, Seharusnya Berhenti Mengajar! Sebuah Opini Kritis dari Guru untuk Guru"

Komentar yang anda kirim akan dimoderasi guna menghindari Spam. Terima kasih telah berkunjung.